UBIQUITOUS COMPUTING
Teknologi informasi pada prinsipnya adalah
mentransformasikan cara bagaimana manusia berinteraksi antar sesama dan dengan
objek-objek di sekitarnya. Perubahan teknologi terjadi adalah untuk membuat
sistem komunikasi dan komputer menjadi lebih mudah, kolaboratif, dan transparan
terhadap pemakai.
Salah satu tanda perubahan tersebut
adalah munculnya sebuah versi baru teknologi informasi yang disebut dengan Ambient Intelligence (AmI). AmI adalah
suatu teknologi yang memadukan tiga bidang ilmu yang berbeda, yaitu: Ilmu
Komputer, Teknik Elektro, dan Telekomunikasi. Ilmu komputer berperan dalam
membangun dan menerapkan konsep-konsep Expert System, teleoperator, sistem
kendali, dan komponen komputer itu sendiri. Teknik Elektro berperan dalam
merancang komponen sensor dan microelectronic.
Sementara bidang ilmu Telekomunikasi lebih berperan dalam membentuk sistem mobile communication, jaringan, dan signal processing. AmI dibangun dengan
menerapkan tiga teknologi terbaru yaitu: ubiquitous
computing, ubiquitous communication,
dan intelligent user interface.
Ubiquitous Computing (sering
disingkat menjadi "ubicomp") Ubiquitous bisa di artikan dimana-mana
sedangkan Computing adalah komputer jadi Ubiquitous Computing adalah suatu
sistem yang memungkinkan manusia berinteraksi dengan komputer secara kontinyu,
dimana saja, kapan saja dan bagaimana saja. ubiquitos computing, merupakan teknologi (terutama teknologi komputer)
digunakan dan menyatu di dalam objek dan aktivitas manusia, sehingga di manapun
kita berada kita bisa memanfaatkannya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.” Ubiquitous
Computing (komputasi dimana-mana) diperkenalkan pertama kali oleh Mark Weiser
pada tahun 1988 selagi menjabat sebagai Chief Technologist di Xerox Palo Alto
Research Center (PARC).
Dalam
artikelnya yang berjudul ”The Computer of the 21st Century” di jurnal
Scientific American terbitan September 1991. Dalam artikelnya tersebut Weiser mendefiniskan
istilah ubiquitous computing sebagai berikut : ”Ubiquitous computing is the
method of enhancing computer use by making many computers available throughout
the physical environment, but making them effectively invisible to the user”.
Apabila diterjemahkan dapat diartikan sebagai metode
yang bertujuan menyediakan serangkaian komputer bagi lingkungan fisik
pemakainya dengan tingkat efektifitas yang tinggi namun dengan tingkat
visibilitas serendah mungkin.
Latar
belakang munculnya ide dasar ubiquitous computing berasal dari sejumlah
pengamatan dan studi di PARC terhadap PC, bentuk komputer yang paling dikenal
luas oleh masyarakat. PC yang mempunyai kegunaan dan manfaat demikian besar
ternyata justru seringkali menghabiskan sumberdaya dan waktu bagi penggunanya,
karena PC membuat penggunanya harus tetap berkonsentrasi pada unit yang mereka
gunakan dalam menyelesaikan suatu pekerjaan, PC justru membuat mereka mengabaikan
aktifitas lainnya. Dengan kata lain dibanding menghemat sumberdaya dan waktu
untuk menyelesaikan sebuah permasalahan, PC justru menambah beban untuk tetap
menjaga konsentrasi dan fokus pemikiran kita pada alat, apabila terjadi
permasalahan yang mengarah pada teknologi, semacam serangan virus atau
kerusakan teknis.
Menurut Weiser, ubiquitous computing
memungkinkan pemakaian beratus-ratus device (alat) komputasi wireless per
orang per kantor dalam semua skala. Kemudian komputer menjadi semakin embedded (tertanam
dalam suatu alat), semakin pas dan enak, serta semakin natural. Sehingga kita
menggunakannya tanpa memikirkannya dan tanpa menyadarinya. Tujuan utamanya
adalah "activate the world", mengaktifkan segala yang ada di sekitar
kita. Hal itu membutuhkan inovasi-inovasi baru di bidang operating system, user
interface, networks, wireless, displays dan masih banyak lagi. Kalau seandainya
ditambahkan satu teknologi yaitu networking kepada semua peralatan yang ada di
dunia ini, maka kita dapat mengkomunikasikan antar alat tersebut dan mengotomatisasi
semuanya.
Ubicomp menjadi inspirasi dari pengembangan komputasi yang bersifat
“off the desktop”, di mana
interaksi antara manusia dengan komputer bersifat natural dan secara perlahan
meninggalkan paradigma keyboard/mouse/display
dari generasi PC. Kita memahami bahwa jika seorang manusia bergerak, berbicara
atau menulis hal tersebut akan diterima sebagai input dari suatu bentuk
komunikasi oleh manusia lainnya. Ubicomp
menggunakan konsep yang sama, yaitu menggunakan gerakan, pembicaraan, ataupun
tulisan tadi sebagai bentuk input baik secara eksplisit maupun implisit ke
komputer. Salah satu efek positif dari ubicomp
adalah orang-orang yang tidak mempunyai keterampilan menggunakan komputer dan
juga orang-orang dengan kekurangan fisik (cacat) dapat tetap menggunakan
komputer untuk segala keperluan.
Dua
contoh awal dari pengembangan ubicomp adalah Active Badge dari Laboratorium Riset Olivetti dan Tab dari Pusat
Riset Xerox Palo Alto. Active Badge
dikembangkan sekitar tahun 1992, berukuran kira-kira sebesar radio panggil
(pager), alat ini terpasang di saku pakaian atau sabuk para pegawai dan
digunakan untuk memberikan informasi di mana posisi seorang karyawan dalam
kantor, sehingga saat seseorang ingin menghubunginya lewat telepon secara
otomatis komputer akan mengarahkan panggilan telepon ke ruang di mana orang
tersebut berada. Sedangkan Xerox PARC Tab yang juga dikembangkan pada sekitar
tahun 1992 adalah sebuah alat genggam (handheld) dengan kemampuan setara
dengan sebuah communicator. Patut diingat kedua alat ini diciptakan
sekitar 15 tahun lalu dan bahkan sempat diproduksi secara komersial jauh
sebelum era telepon seluler 3G yang tengah kita alami saat ini.
Gambar Olivetti Active Badge dan Xerox PARC Tab
Aspek-aspek
yang Mendukung Pengembangan Ubiquitous Computing
1. Natural
Interfaces
Sebelum adanya konsep ubicomp sendiri, selama bertahun-tahun
kita telah menjadi saksi dari berbagai riset tentang natural interfaces, yaitu
penggunaan aspek-aspek alami sebagai cara untuk memanipulasi data, contohnya
teknologi semacam voice recognizer ataupun pen computing. Saat ini implementasi
dari berbagai riset tentang input alamiah beserta alat-alatnya tersebut yang
menjadi aspek terpenting dari pengembangan ubicomp.
Kesulitan utama dalam pengembangan
natural interfaces adalah tingginya tingkat kesalahan (error prone). Dalam
natural interfaces, input mempunyai area bentuk yang lebih luas, sebagai contoh
pengucapan vokal “O” oleh seseorang bisa sangat berbeda dengan orang lain meski
dengan maksud pengucapan yang sama yaitu huruf “O”. Penulisan huruf “A” dengan
pen computing bisa menghasilkan ribuan kemungkinan gaya penulisan yang dapat
menyebabkan komputer tidak dapat mengenali input tersebut sebagai huruf “A”. Berbagai
riset dan teknologi baru dalam Kecerdasan Buatan sangat membantu dalam
menemukan terobosan guna menekan tingkat kesalahan (error) di atas. Algoritma
Genetik, Jaringan Saraf Tiruan, dan Fuzzy Logic menjadi loncatan teknologi yang
membuat natural interfaces semakin “pintar” dalam mengenali bentuk-bentuk input
alamiah.
2. Wireless
Computing
Komputasi nirkabel mengacu pada penggunaan teknologi
nirkabel untuk menghubungkan komputer ke jaringan. Komputasi nirkabel sangat
menarik karena memungkinkan pekerja terlepas dari kabel jaringan dan mengakses
jaringan dan layanan komunikasi dari mana saja dalam jangkauan jaringan
nirkabel. Komputasi nirkabel telah menarik minat pasar yang sangat besar,
seperti saat ini banyaknya permintaan konsumen untuk jaringan rumah secara nirkabel.
3. Context
Aware Computing
Context aware computing adalah salah satu cabang dari
ilmu komputer yang memandang suatu proses komputasi tidak hanya menitikberatkan
perhatian pada satu buah obyek yang menjadi fokus utama dari proses tersebut
tetapi juga pada aspek di sekitar obyek tersebut. Sebagai contoh apabila
komputasi konvensional dirancang untuk mengidentifikasi siapa orang yang sedang
berdiri di suatu titik koordinat tertentu maka komputer akan memandang orang tersebut
sebagai sebuah obyek tunggal dengan berbagai atributnya, misalnya nomor
pegawai, tinggi badan, berat badan, warna mata, dan sebagainya.
Di lain pihak Context Aware Computing tidak hanya
mengarahkan fokusnya pada obyek manusia tersebut, tetapi juga pada apa yang
sedang ia lakukan, di mana dia berada, jam berapa dia tiba di posisi tersebut,
dan apa yang menjadi sebab dia berada di tempat tersebut. Dalam contoh
sederhana di atas tampak bahwa dalam menjalankan instruksi tersebut, komputasi
konvensional hanya berfokus pada aspek “who”, di sisi lain Context Aware
Computing tidak hanya berfokus pada “who” tetapi juga “when”, “what”, “where”,
dan “why”.
Context Aware Computing memberikan kontribusi signifikan
bagi ubicomp karena dengan semakin tingginya kemampuan suatu device
merepresentasikan context tersebut maka semakin banyak input yang dapat
diproses berimplikasi pada semakin banyak data dapat diolah menjadi informasi
yang dapat diberikan oleh device tersebut.
4. Micro-nano
technology
Perkembangan teknologi mikro dan nano, yang menyebabkan
ukuran microchip semakin mengecil, saat ini menjadi sebuah faktor penggerak
utama bagi pengembangan ubicomp device. Semakin kecil sebuah device akan
menyebabkan semakin kecil pula fokus pemakai pada alat tersebut, sesuai dengan
konsep off the desktop dari ubicomp. Teknologi yang memanfaatkan berbagai
microchip dalam ukuran luar biasa kecil semacam T-Engine ataupun Radio
Frequency Identification (RFID) diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari dalam
bentuk smart card atau tag. Contohnya seseorang yang mempunyai karcis bis
berlangganan dalam bentuk kartu cukup melewatkan kartunya tersebut di atas
sensor saat masuk dan keluar dari bis setelah itu saldonya akan langsung
didebet sesuai jarak yang dia tempuh.
microchip
Toshiba
Isu-isu
Seputar Ubicomp
1. Security
Ubicomp membawa efek meningkatnya resiko
terhadap security. Penggunaan gelombang, infra merah, ataupun bentuk media
komunikasi tanpa kabel lain antara alat input dengan alat pemroses data membuka
peluang bagi pihak lain guna menyadap data. Sebagai implikasinya sang penyadap
dapat memanfaatkan data tersebut untuk kepentingan mereka. Saat ini berbagai
riset tentang pengiriman data yang aman, termasuk penelitian terhadap
protokol-protokol baru, menjadi salah satu fokus utama dari riset tentang
ubicomp.
2. Privasi
Penggunaan devices pada manusia menyebabkan
ruang pada privasi semakin mengecil. Dengan alasan efisiensi waktu pegawai
seorang pimpinan dapat meminta semua karyawannya memakai tag yang dapat
memonitor keberadaan karyawan tersebut di kantor. Hal ini menyebabkan sang
karyawan tidak lagi mendapatkan privasi yang menjadi haknya karena
keberadaannya dapat dipantau setiap saat oleh sang pimpinan beserta data yang
menyertainya, misalnya sang pimpinan menjadi dapat mengetahui berapa kali sang
karyawan pergi ke toilet hari itu.
Di dalam beberapa film fiksi ilmiah
kita sering melihat bagaimana pemerintah suatu negara yang paranoid berusaha
memberikan tag pada setiap warganya demi mendapatkan data dengan dalih keamanan
nasional. Apabila tidak mempertimbangkan hak-hak privasi dan etika, dengan teknologi
saat ini pun hal tersebut sudah dapat diaplikasikan.
3.
Wireless Speed
Dengan berbagai macam ubicomp
devices tuntutan akan kecepatan teknologi komunikasi nirkabel menjadi sesuatu
yang mutlak. Teknologi saat ini menjamin kecepatan ini untuk satu orang atau
beberapa orang dalam sebuah grup. Tetapi ubicomp tidak hanya berbicara tentang
satu device untuk satu orang, ubicomp membuat seseorang dapat membawa beberapa
devices dan ubicomp juga harus dapat dimanfaatkan di area yang luas semacam
stasiun, teknologi yang ada saat ini belum mampu menjamin kecepatan untuk
situasi semacam itu karena itu ubicomp dapat menjadi tidak efektif apabila
tidak didukung perkembangan teknologi nirkabel yang dapat menyediakan kecepatan
yang dibutuhkan.
Buxton (1995) menyatakan bahwa ubiquitous computing mempunyai
karakteristik utama yaitu:
1. Ubiquity
Interaksi tidak
dilakukan oleh suatu saluran melalui satu workstation.
Akses ke komputer dapat dilakukan di mana saja. Sebagai contoh, di suatu kantor
ada puluhan komputer, layar display,
dan sebagainya dengan ukuran bervariasi mulai dari tombol seukuran jam tangan, Pads sebesar notebook, sampai papan
informasi sebesar papan tulis yang semuanya terhubung ke satu jaringan.
Jaringan nirkabel akan tersedia secara luas untuk mendukung akses bergerak dan
akses jarak jauh.
2. Transparency
Teknologi ini
tidak menganggu keberadaan pemakai, tidak terlihat dan terintegrasi dalam suatu
ekologi yang mencakup perkantoran, perumahan, supermarket, dan sebagainya.
Karakteristik
Lingkungan
Ada
banyak jenis layanan yang dapat ditawarkan dalam lingkungan AmI, antara lain
layanan-layanan airport, perkantoran, perbankan, transportasi, supermarket,
pendidikan, rumah tangga, dan lain-lain yang tercakup dalam suatu area
perkotaan. Karakteristik dari lingkungan pelayanan ini adalah sebagai berikut:
1. Personal
Device
Pemakai
dilengkapi dengan peralatan pribadi yang mudah dibawa (portable) seperti: PDA, smart
phone, komputer kecil yang mudah dibawa, atau sejumlah peralatan nirkabel yang
saling terhubung membentuk suatu Body
Area Network. Peralatan peralatan tersebut secara dinamis dapat
menyesuaikan jenis protokol radio yang berbeda.
2. Network
Architecture
Para
pemakai bergerak dalam suatu jaringan komunikasi nirkabel heterogen yang
membentuk suatu jaringan berkabel yang lebih luas. Peralatan pemakai saling
terhubung menggunakan jaringan
nirkabel berbasis infrastruktur. Peralatan-peralatan tersebut juga dapat berhubungan dengan peralatan,
sensor, dan layanan yang ada di lingkungan.
3. Service
Provisioning
Layanan
bagi pemakai disediakan di berbagai tempat berbeda dalam lingkungan AmI di mana
pemakai dapat menggunakan layanan yang tersedia dengan sumber-sumber daya yang
terhubung tanpa kabel. Layanan-layanan ini diberikan oleh suatu sistem layanan
gabungan dengan application server
yang dapat diakses melalui infrastruktur jaringan.
4. Sensing
Architecture
Untuk
mendukung pemberian layanan-layanan tersebut, lingkungan AmI dilengkapi
berbagai jenis sensor. Sensor ini membuat interaksi antara pemakai dengan jenis
layanan yang dibutuhkan menjadi lebih efisien. Sensor ini akan menangkap
informasi dari lingkungan secara terus-menerus dan memantau aktivitas yang
dilakukan para pemakai. Sensor ini kemudian membawa informasi tersebut ke
sebuah modul AmI yang akan memprosesnya dalam suatu aplikasi. Jenis sensor yang
digunakan meliputi jenis sensor tradisional seperti: sensor suhu, tekanan,
cahaya, kelembaban udara, dan sensor-sensor yang lebih kompleks, seperti kamera
yang dihubungkan dengan jaringan kabel. Dengan demikian, infrastruktur AmI
harus dapat menangkap informasi-informasi dari peralatan-peralatan sensor
tersebut.
5. Modes of Interaction
Pemakai berinteraksi dengan layanan melalui suatu multimodal user interface yang menggunakan peralatan pribadi untuk
berkomunikasi. Multimodal communication memungkinkan pemakai mangakses layanan tidak hanya pada saat mereka
duduk di depan PC, tetapi juga
pada saat mereka bergerak bebas dalam lingkungan AmI.
Ubiquitous
computing mempunyai beberapa spesifikasi teknis sebagai berikut:
1. Terminal
& user interface
Peralatan yang digunakan sebaiknya
mempunyai kualitas tampilan yang bagus dan responsif terhadap input dari
pemakai. Walaupun dengan ukuran display yang terbatas, penggunaanya harus
intuitif dengan tampilan yang bersih menggunakan alat input yang berbeda
seperti: pen, handwriting recognition dan speech recognition.
2. Peralatan
yang murah
Jika kita membangun sebuah sistem
dengan banyak komputer untuk satu pemakai, biaya satu komputer hendaklah tidak
terlalu mahal. Meskipun komputer biasa pada umumnya relatif lebih mahal,
kamputer ini tidak dapat digunakan untuk ubiquitous computing.Tidak semua
komputer dalam ubiquitous computing memerlukan prosesor dan harddisk dengan spesifikasi
seperti dalam komputer biasa.
3. Bandwidth
tinggi
Kebutuhan lain dari ubiquitous
computing adalah mempunyai bandwidth jaringan yang cukup untuk melakukan
komunikasi antara peralatan-peralatan yang digunakan. Selain masalah bandwidth,
ada beberapa faktor lain yang perlu dipertimbangkan berkaitan dengan
transformasi data melalui jaringan, antara lain: lokasi terminal untuk mobile
communication, penggunaan frekuensi yang tepat, menjaga kualitas layanan,
enkripsi data, dan mengurangi gangguan-gangguan terhadap jaringan.
4. Sistem
file tersembunyi
Ketika seorang pemakai menggunakan
komputer, dia harus belajar beberapa aspek dasar tentang sistem operasi dan
konsep-konsep file serta struktur direktori. Hal ini mengakibatkan pemakai akan
lebih terfokus pada bagaimana informasi akan disimpan, bukan pada informasi itu
sendiri. Salah satu kebutuhan ubiquitous computing adalah bahwa komputer harus
tersembunyi. Komputer harus dapat “memahami” kondisi pemakai. Sebagai contoh,
melalui penggunaan voice recognition atau interface lainnya yang memungkinkan
pemakai melakukan akses tanpa harus mengetahui nama file tertentu, lokasi atau
format file tersebut.
5. Instalasi
otomatis
Ubiquitous computing harus dapat
mengeliminasi kebutuhan instalasi program. Dalam sistem konvensional,
seringkali diperlukan instalasi program yang dapat menimbulkan masalah, dan
dalam beberapa kasus harus melibatkan pemakai. Konsep ini tidak berlaku dalam
ubiquitous computing. Program harus dapat berpindah dari sebuah computer ke
komputer lain tanpa harus mengubah konfigurasi dasar dalam menjalankan suatu
program baru. Salah satu alternatif adalah dengan menggunakan bahasa
pemrograman Java yang dapat dipindahkan ke computer lain dengan mudah
(platform-independent).
6. Personalisasi
informasi
Akan lebih baik jika ubiquitous
computing system dapat menjaga agar informasi yang tersedia dapat digunakan
sesuai kebutuhan pemakai. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, salah satu
pendekatan yang dapat dilakukan adalah setiap kali ada seseorang yang baru
bergabung dalam sebuah komunitas, profil pribadi orang tersebut harus
ditambahkan ke setiap peralatan yang ada.
7. Privasi
Salah satu masalah yang paling
penting dalam ubiquitous computing adalah resiko privasi yang serius. Sistem
ini dapat menyimpan data-data pemakai dan lokasinya yang mungkin dapat diakses
oleh pemakai lain. Teknologi jaringan yang baru seperti infra merah atau
komunikasi radio nir kabel menggunakan enkripsi untuk menjaga keamanan data.
Referensi :
-
Jurnal Teknologi
Ambient Intelligence dan Potensi Perkembangannya di Indonesia Oleh: Dr. Ir.
Gunadi Widi Nurcahyo, MSc.
-
Jurnal Ubiquitous
Computing Oleh R. Jason Weiss (Development Dimensions International ) and J.
Philip Craiger (University of Nebraska–Omaha)
Terimakasih gang, ini sangat menarik
ReplyDeleteijin kutip min.
ReplyDeletethanks yah gan..:D
ReplyDeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDeleteIjin Copas Mbak, Buat Tugas, Barakallah ,,, Terimakasih Banyak...
ReplyDeleteNice... tambah ilmu baru...izin copas di bunglonmerah.blogspot.com referensi teknologi
ReplyDelete